Kisah

Kisah Aceh dan Indonesia

Posted on Updated on

Legenda Pahit Rakyat dan Para Saudagar Aceh

Aceh, seakan tak pernah henti menyusui Indonesia. Salah satu sumbangan yang tak kalah penting adalah. Tampilnya Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh yang menyumbangkan sekitar 35 kilogram emas murni untuk pembangunan Tugu Monumen Nasional (Monas) di Jakarta. Tugu Monas, kini menjadi ikon Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia.
Lagi-lagi, Soekarno dengan kelihaian rethorikanya, membujuk Teuku Markam untuk ikut dan berperan serta dalam proyek prestise ini. Saat itu, setidaknya, Soekarno ingin menunjukkan kepada dunia, Indonesia mampu sejajar dengan bangsa lain. Kalau di Paris ada menara Efiel, di China ada tembok raksasa, di Indonesia ada Monas. Begitulah Soekarno dengan segala sifat ambisiusnya.
Secara beruntun, kemudian lahir perusahaan vital lainnya seperti PT. AFF, PT.ARUN. PT. PIM, PT. KKA serta PT. Aromatic (Humpus Grup). Belum lagi, sumber daya alam seperti kayu dan bahan tambang. Intinya, konstribusi Aceh bagi dana pembangunan Indonesia, menjadi sisi lain dari sebuah perjalanan sejarah Indonesia. Dan, sebutan Aceh sebagai Daerah Modal Perjuangan serta Pembangunan, menjadi sahih adanya.
Dari hasil minyak dan gas, Aceh tiap tahunnya menyetorkan Rp 10,6 triliun atau 43 persen dari total penerimaan negara untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Aceh tahun 1997/1998, Rp 328 miliar. Tragisnya, tahun 1998-1999, malah turun jadi Rp 153 miliar.
Kekayaan alam Aceh, yang menjadi pendapatan utama daerah tersebut adalah gas alam. Pusat pengolahan gas alam cair (LNG) yang bahan bakunya dieksploitasi dari daratan dan lepas pantai Aceh, diolah di Lhokseumawe, Aceh Utara. Produksi LNG menghasilkan devisa yang besar, setidaknya memberikan sumbangan sebesar 30% dari total ekspor gas dan minyak Indonesia. Penambangan dan pengolahan LNG dilakukan Exxon Mobil dan Pertamina.
Menariknya, saat Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997-1999. Lagi-lagi, Aceh menunjukkan kesetiaannya kepada republik Indonesia. Saat itu, Aceh dipimpin Syamsuddin Mahmud, seorang pakar ekonomi dan mantan Rektor Unsyiah. Melalui putri Soeharto, Siti Indriati Indra Rukmana atau Mbak Tutut. Pak Syam, menyerahkan sekitar 20 kilogram emas serta puluhan lembaran dolar Amerika Serikat bernilai 100 $ per lembarnya kepada Mbak Tutut. Tujuannya, untuk menopang perekonomian negeri ini yang waktu itu sudah terpuruk akibat dihantam krisis moneter atau krismon.
Pada awal masa kemerdekaan, untuk menopang pemerintahan Indonesia yang baru terbentuk, para saudagar Aceh juga memeiliki peran vital. Mereka menerobos blokade ankatan laut Belanda untuk menyeludupkan barang datgangan hingga ke Semenanjung Malaysia. Ketika kontak dengan Jakarta tersedat, Residen Aceh mengeluarkan mata uang sendiri. Tapi hak para saudagar Aceh itu pun kemudian diabaikan.
Ironisnya, meski Soekarno menyangjung habis Aceh sebagai daerah modal, karena telah mendanai republik, para sudagar Aceh itu kemudian harus berjuang ke pengadilan untuk menuntut haknya. Hutang mereka ditolak pembayarannya oleh pemerintah.
Sebuah kisah perjudian nasib dilakoni para saudagar Aceh. Untuk bisa menjual karet, getah dan komoditas lainnya ke Malaysia dan singapura, para eksportir asal Aceh mesti bertarung di lautan dengan angkatan laut Belanda di Selat Malaka.
Penjualan barang ke Malaysia dan Singapura untuk mendanai republik tersebut, lebih tepatnya disebut sebagai penyeludupan. Setiap saat kapal yang membawa barang ke negeri jiran itu, harus mengelabui armada angkatan laut Belanda yang berpatroli di Selat Malaka.
Salah satu yang sangat fenomenal adalah usaha penyeludupan karet pengusaha asal Aceh oleh Jhon Lie, warga Indonesia keturunan Cina asal Menado ini mendapat perintah dari Menteri Pertahanan RI, Mr Ali Budiardjo untuk menjual kareta asal Aceh ke Semenanjung Malaysia. Hasil penjualan karet milik saudagar Aceh itu digunakan untuk membiayai perjalanan keliling dunia Menteri Luar Negeri RI, H Agus Salim.

Beberapa saudagar Aceh yang memainkan peranan dalam kontak datgang dengan negeri jiran itu antara lain, Muhammad Saman dari PT Puspa, Nyak Neh dari Lho’ Nga Co, Muhammad Hasan dari Perdagangan Indonesia Muda (PIM) dan Abdul Gani dari Mutiara. Barang-barang seludupan saudagar Aceh tersebut dikoordinir oleh Oesman Adamy dan diseludupakan oleh Jhon Lie. Sampai di Semenanjung Malaysia barang-barang tersebut ditampung oleh pengusaha asal Aceh, diantaranya Teuku Makam, Jaâfar Hanafiah, dan Ali Basyah Tawi. 

Dalam perniagaan tersebut, awalnya menggunakan alat tukar uang Republik Indonesia. Tapi karena faktor keamanan yang semakin memburuk, maka daerah keresidenan Aceh mengeluarkan mata uang sendiri. Saat dimasukkan menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1948 juga mengeluarkan uang kertas sendiri.
Untuk menopang perekonomian, serta sebagai alat transaksi, selama tujuh hari saja, 2 sampai 8 Mei 1949, dicetak uang rupiah oripsui sebayak 156.750.000 yang terdiri atas 405.000 lembar Rupiah Oripsu 250, dan 111.000 lembar Rupiah Oripsu 500.
Adalah Abdul Muid, pegawai keuangan yang bertanggungjawab atas percetakan dan pengedaran uang oripsu tersebut. Selain itu ia juga bertugas mempertahankan nilai banding uang oripsu dengan dolar Singapura.
Namun keseimbangan antara uang Oripsu dengan Dolar Singapura tidak dapat dipertahankan. Akhirnya pada 16 Mei 1949, dikeluarkanlah ketetapan GSO nomor 302/RI tentang penetapan penarikan uang Oripsu sebnayak 500.000.000. Kondisi ini semakin diperparah dengan naiknya harga barang setiap hari. Berkurangnya impor barang yang diperlukan. Akibatnya biaya hidup semakin meningkat.
Untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah mengambil beberapa tindakan, diantaranya pembentukan suatu badan penyehatan yang diketuai oleh M Nue El Ibrahimi. Tugas badan ini mempertinggi produksi barang dalam negeri dan impor barang yang dibutuhkan dari luar negeri.
Namun nasib para eksportir Aceh yang menyokong pembiayaan republik tersebut akhirnya terpuruk, karena pada 22 September 1949, Syarifuddin Prawira Negara mengeluarkan Peraturan Wakil Perdana Menteri nomor 2/1949/WPM, yang isinya melarang adanya aktivitas ekspor barang dari daerah Sumatera Utara.
Kondisi ini semakin diperparah lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Wakil Perdana Mentreri tanggal 17 Oktober 1949 nomor 1/1949/WPM, yang mencabut ketetapan Komisaris Pemerintah Pusat Sumatera, tanggal 14 Agustus 1948 nomor 7, yang mengatur soal pengutipan bea ekspor dan perhitungan dolar untuk hasil bumi.
Kebijaksanaan yang diambil oleh Wakil Perdana Menteri tersebut bertentangan dengan kebijakan sebelumnya yang diambil oleh pemerintah daerah soal ekspor impor barang dari dan ke Semenanjung Malaysia.
Lebih ironis lagi, para saudagar Aceh yang melakukan kontak dagang pengusaha di Semenanjung Malaysia, setelah Indonesia benar-benar merdeka tidak memperoleh perlakuan yang wajar dari pemerintah. Hutan getah yang masih harus diperoleh dari pemerintah atas dasar perjanjian jual beli, ditolak pembayarannya.
Hanya Muhammad Saman yang berhasil memperoleh haknya setelah menggugat pemerintah ke pengadilan. Sementara Abdul Gani Mutiara, Nyak Neh, dan Muhammad Hasan tidak memperoleh pembayaran hutang dari negara. Hak mereka atas perjanjian jual beli ditolak pembayarannya. Untuk memperoleh haknya, para saudagar itu pun menuntut pemerintah ke pengadilan, tapi gagal.
Pengadilan Negeri Jakarta Raya, melalui putusan nomor 335/1952 g, tanggal 13 Juli 1965, menolak tuntutan Nyak Neh dengan alasan gubernur mempunyai kedudukan istimewa, tidak dapat dituntut ke muka hakim. Alasan lainnya, tuntutan tersebut akan menjatuhkan wibawa gubernur selaku wakil pemerintah pusat di Aceh.
Nyak Neh kemudian melakukan banding ke Pengadilan Tinggi, Jakarta, namun lagi-lagi kandas. Melalui putusan nomor 212/1966 PT perdata tanggal 31 Oktober 1966, Pengadilan Tinggi Jakarta dalam amar putusannya menolak upaya banding tersebut.
Namun Nyak Neh tidak berhenti sampai disitu, ia pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namum Mahkamah Agung dalam putusannya 5 Februari 1969 Reg No 10 K/Sip/1968, menolak kasasi tersebut. Lagi-lagi pemerintah berkelit untuk membayar hutangnya pada para saudagar Aceh.

Source from acehforum.org

74 WASIAT UNTUK PEMUDA (wajib baca)

Posted on Updated on

Segala puji bagi Allah yang berfirman:“Dan sungguh Kami telah memerintahkan orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah.” (An-Nisa’: 131)

Serta shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad yang bersabda:
“Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah , serta agar kalian mendengar dan patuh.”
Dan takwa kepada Allah adalah mentaati-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Wa ba’du:

Berikut ini adalah wasiat islami yang berharga dalam berbagai aspek seperti ibadah, muamalah, akhlak, adab dan yang lainnya dari sendi-sendi kehidupan. Kami persembahkan wasiat ini sebagai peringatan kepada para pemuda muslim yang senantiasa bersemangat mencari apa yang bermanfaat baginya, dan sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan hal ini bermanfaat bagi orang yang membacanya ataupun mendengarkannya. Dan agar memberikan pahala yang besar bagi penyusunnya, penulisnya, yang menyebarkannya ataupun yang mengamalkannya. Cukuplah bagi kita Allah sebaik-baik tempat bergantung.

1. Ikhlaskanlah niat kepada Allah dan hati-hatilah dari riya’ baik dalam perkataan ataupun perbuatan.

2. Ikutilah sunnah Nabi dalam semua perkataan, perbuatan, dan akhlak.

3. Bertaqwalah kepada Allah dan ber’azamlah untuk melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

4. Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nashuha dan perbanyaklah istighfar.

5. Ingatlah bahwa Allah senatiasa mengawasi gerak-gerikmu. Dan ketahuilah bahwa Allah melihatmu, mendengarmu dan mengetahui apa yang terbersit di hatimu.

6. Berimanlah kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta qadar yang baik ataupun yang buruk.

7. Janganlah engkau taqlid (mengekor) kepada orang lain dengan buta (tanpa memilih dan memilah mana yang baik dan yang buruk serta mana yang sesuai dengan sunnah/syari’at dan mana yang tidak). Dan janganlah engkau termasuk orang yang tidak punya pendirian.

8. Jadilah engkau sebagai orang pertama dalam mengamalkan kebaikan karena engkau akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikuti/mencontohmu dalam mengamalkannya.

9. Peganglah kitab Riyadlush Shalihin, bacalah olehmu dan bacakan pula kepada keluargamu, demikian juga kitab Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim.

10. Jagalah selalu wudlu’mu dan perbaharuilah. Dan jadilah engkau senantiasa dalam keadaan suci dari hadats dan najis.

11. Jagalah selalu shalat di awal waktu dan berjamaah di masjid terlebih lagi sahalat ‘Isya dan Fajr (shubuh).

12. Janganlah memakan makanan yang mempunyai bau yang tidak enak seperti bawang putih dan bawang merah. Dan janganlah merokok agar tidak membahayakan dirimu dan kaum muslimin.

13. Jagalah selalu shalat berjamaah agar engkau mendapat kemenangan dengan pahala yang ada pada shalat berjamaah tersebut.

14. Tunaikanlah zakat yang telah diwajibkan dan janganlah engkau bakhil kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

15. Bersegeralah berangkat untuk shalat Jumat dan janganlah berlambat-lambat sampai setelah adzan kedua karena engkau akan berdosa.

16. Puasalah di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah agar Allah mengampuni dosa-dosamu baik yang telah lalu ataupun yang akan datang.

17. Hati-hatilah dari berbuka di siang hari di bulan Ramadhan tanpa udzur syar’i sebab engkau akan berdosa karenanya.

18. Tegakkanlah shalat malam (tarawih) di bulan Ramadhan terlebih-lebih pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah agar engkau mendapatkan ampunan atas dosa-dosamu yang telah lalu.

19. Bersegeralah untuk haji dan umrah ke Baitullah Al-Haram jika engkau termasuk orang yang mampu dan janganlah menunda-nunda.

20. Bacalah Al-Qur’an dengan mentadaburi maknanya. Laksanakanlah perintahnya dan jauhi larangannya agar Al-Qur’an itu menjadi hujjah bagimu di sisi rabmu dan menjadi penolongmu di hari qiyamat.

21. Senantiasalah memperbanyak dzikir kepada Allah baik perlahan-lahan ataupun dikeraskan, apakah dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring. Dan hati-hatilah engkau dari kelalaian.

22. Hadirilah majelis-majelis dzikir karena majelis dzikir termasuk taman surga.

23. Tundukkan pandanganmu dari aurat dan hal-hal yang diharamkan dan hati-hatilah engkau dari mengumbar pandangan, karena pandangan itu merupakan anak panah beracun dari anak panah Iblis.

24. Janganlah engkau panjangkan pakaianmu melebihi mata kaki dan janganlah engkau berjalan dengan kesombongan/keangkuhan.

25. Janganlah engkau memakai pakaian sutra dan emas karena keduanya diharamkan bagi laki-laki.

26. Janganlah engkau menyeruapai wanita dan janganlah engkau biarkan wanita-wanitamu menyerupai laki-laki.

27. Biarkanlah janggutmu karena Rasulullah: “Cukurlah kumis dan panjangkanlah janggut.” (HR. Bukhari Dan Muslim)

28. Janganlah engkau makan kecuali yang halal dan janganlah engkau minum kecuali yang halal agar doamu diijabah.

29. Ucapkanlah “bismillah” ketika engkau hendak makan dan minum dan ucapkanlah “alhamdulillah” apabila engkau telah selesai.

30. Makanlah dengan tangan kanan, minumlah dengan tangan kanan, ambillah dengan tangan kanan dan berilah dengan tangan kanan.

31. Hati-hatilah dari berbuat kezhaliman karena kezhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat.

32. Janganlah engkau bergaul kecuali dengan orang mukmin dan janganlah dia memakan makananmu kecuali engkau dalam keadaan bertaqwa (dengan ridla dan memilihkan makanan yang halal untuknya).

33. Hati-hatilah dari suap-menyuap (kolusi), baik itu memberi suap, menerima suap ataupun perantaranya, karena pelakunya terlaknat.

34. Janganlah engkau mencari keridlaan manusia dengan kemurkaan Allah karena Allah akan murka kepadamu.

35. Ta’atilah pemerintah dalam semua perintah yang sesuai dengan syari’at dan doakanlah kebaikan untuk mereka.

36. Hati-hatilah dari bersaksi palsu dan menyembunyikan persaksian.

“Barangsiapa yang menyembunyikan persaksiannya maka hatinya berdosa. Dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Al-Baqarah: 283)
37. “Dan ber amar ma’ruf nahi munkarlah serta shabarlah dengan apa yang menimpamu.” (Luqman: 17)
Ma’ruf adalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya , dan munkar adalah apa-apa yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya.

38. Tinggalkanlah semua hal yang diharamkan baik yang kecil ataupun yang besar dan janganlah engkau bermaksiat kepada Allah dan janganlah membantu seorangpun dalam bermaksiat kepada-Nya.

39. Janganlah engkau dekati zina. Allah berfirman: “Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah kekejian dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra’:32)

40. Wajib bagimu berbakti kepada orang tua dan hati-hatilah dari mendurhakainya.

41. Wajib bagimua untuk silaturahim dan hati-hatilah dari memutuskan hubungan silaturahim.

42. Berbuat baiklah kepada tetanggamu dan janganlah menyakitinya. Dan apabila dia menyakitimu maka bersabarlah.

43. Perbanyaklah mengunjungi orang-orang shalih dan saudaramu di jalan Allah.

44. Cintalah karena Allah dan bencilah juga karena Allah karena hal itu merupakan tali keimanan yang paling kuat.

45. Wajib bagimu untuk duduk bermajelis dengan orang shalih dan hati-hatilah dari bermajelis dengan orang-orang yang jelek.

46. Bersegeralah untuk memenuhi hajat (kebutuhan) kaum muslimin dan buatlah mereka bahagia.

47. Berhiaslah dengan kelemahlembutan, sabar dan teliti. Hatilah-hatilah dari sifat keras, kasar dan tergesa-gesa.

48. Janganlah memotong pembicaraan orang lain dan jadilah engkau pendengar yang baik.

49. Sebarkanlah salam kepada orang yang engkau kenal ataupun tidak engkau kenal.

50. Ucapkanlah salam yang disunahkan yaitu “assalamualaikum” dan tidak cukup hanya dengan isyarat telapak tangan atau kepala saja.

51. Janganlah mencela seorangpun dan mensifatinya dengan kejelekan.

52. Janganlah melaknat seorangpun termasuk hewan dan benda mati.

53. Hati-hatilah dari menuduh dan mencoreng kehormatan oarng lain karena hal itu termasuk dosa yang paling besar.

54. Hati-hatilah dari namimah (mengadu domba), yakni menyampaikan perkataan di antara manusia dengan maksud agar terjadi kerusakan di antara mereka.

55. Hati-hatilah dari ghibah, yakni engkau menceritakan tentang saudaramu apa-apa yang dia benci jika mengetahuinya.

56. Janganlah engkau mengagetkan, menakuti dan menyakiti sesama muslim.

57. Wajib bagimu melakukan ishlah (perdamaian) di antara manusia karena hal itu merupakan amalan yang paling utama.

58. Katakanlah hal-hal yang baik, jika tidak maka diamlah.

59. Jadilah engkau orang yang jujur dan janganlah berdusta karena dusta akan mengantarkan kepada dosa dan dosa mengantarakan kepada neraka.

60. Janganlah engkau bermuka dua. Datang kepada sekelompok dengan satu wajah dan kepada kelompok lain dengan wajah yang lain.

61. Janganlah bersumpah dengan selain Allah dan janganlah banyak bersumpah meskipun engkau benar.

62. Janganlah menghina orang lain karena tidak ada keutamaan atas seorangpun kecuali dengan taqwa.

63. Janganlah mendatang dukun, ahli nujum serta tukang sihir dan jangan membenarkan (perkataan) mereka.

64. Janganlah menggambar gambar manuasia dan binatang. Sesungguhnya manusia yang paling keras adzabnya pada hari kiamat adalah tukang gambar.

65. Janganlah menyimpan gambar makhluk yang bernyawa di rumahmu karena akan menghalangi malaikat untuk masuk ke rumahmu.

66. Tasymitkanlah orang yang bersin dengan membaca: “yarhamukallah” apabila dia mengucapkan: “alhamdulillah”

67. Jauhilah bersiul dan tepuk tangan.

68. Bersegeralah untuk bertaubat dari segala dosa dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan karena kebaikan tersebut akan menghapuskannya. Dan hati-hatilah dari menunda-nunda.

69. Berharaplah selalu akan ampunan Allah serta rahmat-Nya dan berbaik sangkalah kepada Allah .

70. Takutlah kepada adzab Allah dan janganlah merasa aman darinya.

71. Bersabarlah dari segala mushibah yang menimpa dan bersyukurlah dengan segala kenikamatan yang ada.

72. Perbanyaklah melakukan amal shalih yang pahalanya terus mengalir meskipun engkau telah mati, seperti membangun masjid dan menyebarakan ilmu.

73. Mohonlah surga kepada Allah dan berlindunglah dari nereka.

74. Perbanyaklah mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah.
Shalawat dan salam senantiasa Allah curahkan kepadanya sampai hari kiamat juga kepada keluarganya dan seluruh shahabatnya.

(Diterjemahkan dari buletin berjudul 75 Washiyyah li Asy-Syabab terbitan Daarul Qashim Riyadl-KSA oleh Abu Abdurrahman Umar Munawwir)

Beginilah Musuh Islam, Beginilah Umat Islam

Posted on Updated on

http://abufahmiabdullah.files.wordpress.com/2009/08/televisi1.jpgIbu guru berjilbab rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan saya ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulahb “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid-muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “kapur!”. Dan permainan diulang kembali. Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak kikuk lagi. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.
“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun  kemudian, musuh-musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya. Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus-menerus disosialisasikan dengan berbagai cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”
“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi suatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, seks sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan, dan lain-lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”.
“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, ibu akan meletakkannya di tengah karpet. Qur’an itu “dijaga’ sekelilingnya oleh Ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa menginjak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tidak ada yang berhasil.
Akhirnya Sang guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an dan ditukarnya denga buku filsafat materialistisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.”Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tidak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pondasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya terlebih dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu muslim, tetapi kalian telah meninggalkan syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”
‘Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka.
Sesungguhnya dahulu mereka terang-terangan menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”
* * *
Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri. Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya : “Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.” (QS. 9:32)
Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.
Maka tampak dari luar masih muslim, padahal internal dalam jiwa ummat, khususnya generasi muda sesungguhnya sudah ibarat poteng (tapai singkong, peuyeum). Maka rasakan dan pikirkanlah itu dan ingatlah bahwa dunia ini hanya persinggahan sementara, ingatlah akan hari Pengadilan. 

Wallahu a’lamu bishshawab.

Pertimbangan Dien dalam Menentukan Pasangan

Posted on

Atjeh-Horizon“Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah agamanya, (kalau tidak) engkau akan celaka.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

“Jika melamar kepada kalian seseorang yang kalian ridho agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah ia, bila kalian tidak melakukannya maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang nyata.” (HR. Turmudzi).

Mungkin hadits pertama lebih populer di kalangan wanita muslim dibanding hadits kedua. Begitu juga sebaliknya, hadits kedua lebih populer di kalangan pria muslim dibanding hadits pertama.

Hadits pertama terasa memberikan perlindungan kepada wanita dari pandangan-pandangan berlandaskan nafsu. Memberikan perlindungan kepada wanita solehah agar tidak tersingkir dari peluang dinikahi hanya karena hitungan duniawi. Itulah mengapa hadits pertama lebih populer di kalangan wanita mukmin. (Mungkin… Saya belum pernah mengadakan survey ilmiah).

Ayat lain yang memberikan perlindungan yang sama ada pada QS Al-Baqarah 221.

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu…”

Peringatan “engkau akan celaka” pada hadits peratama adalah peringatan yang serius dari Rasulullah terhadap pria mukmin. Mengesampingkan pertimbangan keimanan saja sudah menjadi sebuah kecelakaan yang serius. Dan lebih serius lagi karena terjadi untuk membangun sebuah lembaga bernama pernikahan.

Apabila menikah itu menggenapkan separuh dien, karena selama membujang itu dien kita belum ‘genap’, lalu bagaimana mungkin dien itu ditambal oleh dunia yang dalam pandangan Allah tidak lebih bernilai dari sayap nyamuk? Bukankah seharusnya dien itu pun ditambal dengan dien pula sehingga genap, yaitu pernikahan yang berlandaskan keimanan!!! Bisakah pernikahan berlandaskan nafsu menambal dien yang belum genap dari seorang bujangan?

Begitu pula hadits yang kedua, juga memberikan perlindungan kepada pria mukmin dari penolakan yang tidak berlandaskan pertimbangan agama. Sehingga hadits tersebut lebih populer di kalangan pria mukmin.

Sama seperti hadits pertama, atas pengabaian pertimbangan agama, ada ancamannya. Kali ini berupa “fitnah di muka bumi dan kerusakan yang nyata.” Bila pada hadits pertama ancaman hanya pada pria itu sendiri, di hadits kedua ancamannya lebih besar lagi.

Bisa dimengerti mengapa ancaman pada hadits kedua lebih besar lagi. Bila seorang pria mukmin yang menikah karena alasan dunia yang ada pada seorang gadis yang tidak begitu baik agamanya, pria tersebut – bila keimanannya baik – masih bisa membimbing keluarganya kepada keimanan. Meskipun usahanya akan mendapat hambatan karena agama yang kurang baik dari istri.

Tapi bila seorang wanita tidak dilepas kepada seorang pria yang baik agamanya, lalu akhirnya jatuh kepada pria yang tidak baik agamanya, maka keluarga yang dibentuknya akan dibawah bayang-bayang buruknya agama sang kepala keluarga. Pada akhirnya, sulit untuk membentuk keluarga yang islami.

Bahayanya jauh lebih besar dari yang pertama.

Ala kulli hal, memang fitrah manusia kadang tidak bisa lepas total dari sebuah pertimbangan. Tentang kecenderungan terhadap yang cantik, atau kaya, atau baik keturunan. Rasulullah tidak melarang kita menikahi yang cantik, kaya, bangsawan. Tapi Rasulullah hanya memerintahkan agar menyertakan penilaian dien atas sebuah pertimbangan, dan menjadi penilaian yang dominan. Tanpa itu, kecelakaan menghampiri.
Yang tidak boleh terjadi, penggunaan yang tidak benar atas dua hadits pada awal tulisan. Bagi pria, hadits tidak boleh menolak orang yang akhlaknya baik, tidak boleh dijadikan alasan untuk memaksakan pinangannya. Padahal pria tersebut juga harus mengamalkan hadits pertama terlebih dahulu.

Dan bagi wanita, tidak boleh ada cibiran atas nama hadits kedua bila seorang pria menikah dengan seorang wanita yang cantik. Merasa akhlak & diennya lebih baik dari wanita yang dinikahi pria idolanya, lalu menuding si pria telah meninggalkan hadits pertama.

Allahu’alam bish-showab.(andaleh)

VIDEO: Dakwah Terakhir Zainuddin

Posted on

Zainuddin menyoroti kepemimpinan bangsa yang dinilainya lemah dalam pemberantasan korupsi.

KH Zainuddin MZ wafat 

AtjehHorizon – Da’i Sejuta Umat, Zainuddin MZ meninggal dunia dalam usia 58 tahun. Zainuddin yang seminggu belakangan mengeluh kecapean, akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan.
Sebelum meninggal, Zainuddin masih sempat mengisi acara ceramah rutin yang disiarkan langsung oleh TvOne. Minggu, 3 Juli 2011, adalah ceramah terakhir sang da’i dalam acara tersebut.
Dalam ceramahnya, Zainuddin menyoroti permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini. Zainuddin, menyoroti kepemimpinan bangsa dalam pemberantasan korupsi. Menurut dia, seorang pemimpin harus tegas memberantas korupsi.
“Pemimpin harus punya nyali. Kalau badan doang gedhe, nyali kaga punya, bobo aja bobo,” kata Zainuddin. Lihat video terakhir Zainuddin 
http://www.vivanews.com/embed/video/14766/

sumber: vivanews

Cinta Segitiga Indonesia – Aceh – Malaysia

Posted on Updated on

Aceh Laksana seorang gadis rupawan yang menjadi incaran banyak pemuda sejak dahulu kala. Walaupun telah lama dipinang oleh lelaki yang bernama Indonesia. Namun jalinan kasih indah yang pernah terjalin dengan Malaysia, ternyata tidak mudah untuk dilupakan hingga kini.
Umpama tersebut tidaklah berlebihan untuk di sanding dengan kondisi Provinsi Aceh hari ini. Panorama alam yang indah, adat istiadat dan budaya islam yang kental serta Sumber Daya Alam yang berlimpah ruah telah menyebabkan daerah ini menjadi rebutan dari dahulu kala.
Dalam rentetan sejarah, Hanya Malaya (Malaysia-red) yang sempat memiliki kisah kasih yang indah dengan Aceh. Sedangkan saat Aceh ’dekat’ dengan pria berambut pirang (Belanda-red) antara 1873 hingga 1904, dan ’pria bermata sipit’ Negara Jepang sekitar tahun 1942, hingga mau dipinang karena termakan janji dan rayuan seorang Pria bernama Indonesia, Aceh justru banyak menderita.  Penderitaan demi penderitaan, Penghianatan hingga Kekerasan harus di lalui Aceh dalam kesendiriannya.
Cinta Aceh antara Malaysia, awalnya diperkirakan mulai pada abad ke-16 setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Sebenarnya, bagi orang Aceh, negeri Melaka (Malaysia-red) tidaklah asing. Kerajaan Aceh Darussalam bahkan pernah terlibat perang dengan Portugis selama 130 tahun (1511-1641) hanya untuk membebaskan daerah tersebut dari jajahan Portugis.
Menurut sejarah Malem Dagang, Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dengan armada Cakra Donya-nya berhasil membebaskan Sumatra dan Semenanjung tanah Melayu dari penjajahan Portugis dan menjadi bagian dari kerajaan Aceh. Laksamana Malem Dagang berhasil mempersatukan wilayah Sumatra dan Semenanjung tanah Melayu.
Dari peristiwa tersebutlah kemudian tercipta hubungan harmonis antara Aceh dengan Malaysia, baik pertukaran etnis hingga budaya. Hingga saat ini, ada banyak etnis melayu yang tersebar di Aceh, demikian juga sebaliknya. Hubungan ini sedikit rengang ketika Belanda dengan politik adu dombanya menancapkan ’kuku’ di Aceh. Namun hal ini tidak mampu memudarkan cinta kasih Aceh dengan Malaysia.
Sedangkan kisah Aceh dengan Belanda terjalin Pada tanggal 26 Maret 1873. Saat itu, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen.
Sekitar 8 April 1873, pasukan Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Jendral Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para Perwira.
Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873 hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut. Dengan kata lain, dengan rentan konflik yang lama tersebut, tidak ada masyarakat Aceh yang hidup saat itu, mengaku senang atas kehadiran ’pria berambut pirang’ tersebut.
Terakhir, Aceh juga sempat berkenalan dengan ’pria sipit’ dari Jepang. Menurut berbagai sumber, pada tanggal 12 maret 1942, pasukan tentara Jepang mendarat pertama kali di pantai Kuala Bugak Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur, selanjutnya menyebar seluruh penjuru Aceh Timur dan daerah sekitarnya.
Masa jalinan Cinta dengan Jepang walaupun tidak berlangsung lama namun membawa akibat penderitaan yang cukup memprihatinkan, seluruh rakyat hidup dalam kondisi kurang pangan dan sandang disertai dengan perlakuan kasar dari bala tentara Jepang terhadap rakyat yang tidak manusiawi, akibatnya timbullah perlawanan/pemberontakan rakyat.

Setelah Hirosima dan Nagasaki (kota di Jepang-red) di bom atom oleh pasukan sekutu pimpinan Amerika pada tanggal 10 Agustus 1945, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat. Kemudian, setahap demi setahap mereka meninggalkan Aceh. Masa-masa inilah Aceh menjalin cinta kasih dengan Indonesia, hingga akhirnya menerima lamaran dan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tetapi, diluar pembahasan tersebut, menurut pandangan penulis, Indonesia masih seringkan kali ’cemburu’ ketika membahas persoalan Aceh dan Malaysia. Pasalnya, dalam sejumlah kasus, seperti ide meng-gonyang – ganyang Malaysia yang dikobarkan Presiden Sukarno dan isu ’mencuri’ budaya yang sempat terjadi di tanah air, justru ditanggapi dingin oleh rakyat Aceh. Hal inilah yang perlu dibahas secara lebih detail sehingga tahu akal persoalan yang terjadi.
Faktor kedekatan sejarah yang panjang dinilai telah menyebabkan mayoritas masyarakat Aceh mencintai negara jiran Malaysia, dan begitu juga sebaliknya. Sikap romantis antara masyarakat Aceh dan masyarakat Malaysia dianggap juga tidak pernah luntur walaupun pemerintah dari kedua negara ini sedang terlibat ‘perang dingin’.
Hal ini terungkap dalam seminar sehari sejarah antar bangsa dengan tema hubungan Aceh dan Keudah dan lintasan sejarah yang dilaksanakan oleh Program Studi (Prodi) Sejarah FKIP Unsyiah, di Ruang Auditórium setempat, beberapa waktu lalu.
Seminar ini dikuti oleh ratusan mahasiswa dari berbagai kampus. Hadir juga pemateri dalam seminar tersebut adalah Prof. Madya dr. Mohd. Isa bin Othman, dari Majlis Kebudayaan Negeri Keudah, Malaysia dan Dato’ Dr. Haji Wan Shamsudin Bin Mohd. Yusuf , Sejarawan Malaysia. Sedangkan untuk pemateri lokal, hadir Drs. Mawardi Umar, M. Hum, dr. Husaini ibrahim , MA, dari Prodi FKIP Sejarah Unsyiah.
Saat ide ganyang Malaysia yang dicetuskan oleh Presiden Sukarno pada 3 Mei 1964, seluruh rakyat di Indonesia panas, kecuali Aceh. Demikian juga dengan ide ganyang Malaysia yang dikobarkan pada pertengahan 2010 lalu, seluruh daerah di Indonesia lagi-lagi menjadi Panas, kecuali daerah Aceh. Ini membuktikan betapa dekatnya emosional Aceh dengan Malaysia,”ungkap Rektor Unsyiah, Prof. Darni M. Daud, saat membuka acara.
ILUSTRASI : THE TRIANGLE LOVE

Menurutnya, kedekatan Aceh dan Malaysia terjadi karena memiliki sejumlah kesamaan, baik dalam hal kebudayaan, agama serta intelektual. Kedekatan ini semakin dieratkan dengan ada penaklukan Kerajaan Keudah, Malaysia oleh Sultan Iskandar Muda dari Aceh.

Kesamaan-kesamaan inilah yang membuat mayoritas dari orang Aceh begitu dekat dengan Malaysia,”tandasnya.
Sementara itu, Prof. Madya dr. Mohd. Isa bin Othman, yang dihadirkan sebagai pemateri dari Majlis Kebudayaan Negeri Keudah, Malaysia menambahkan bahwa hubungan Aceh dan Malaysia sudah terjalin begitu erat dan terbina Sejak lama. Bahkan, sejumlah nama daerah di Malaysia menggunakan nama Aceh, demikian sebaliknya.
Ada daerah di Malaysia yang bernama Gampong Aceh, demikian juga ada Desa Keudah di daerah Aceh. Kesamaan ini bukan terbentuk karena sendirinya, melainkan karena hubungan sejarah yang panjang,”tandas dia.
Diluar seminar tersebut, menurut berbagai sumber, keturunan Aceh berdiam di sekitar Pulang Pinang, Kedah dan Perak. Mayoritas dari warga ini, disinyalir juga masih mengajarkan bahasa dan adat istiadat Aceh kepada para generasi muda mereka.
Keturunan Aceh ini juga dilaporkan menguasai hampir sebahagian besar sektor-sektor perekonomian di Malaysia. ”Rata-rata toko kelontong di Malaysia dikuasai oleh masyarakat Aceh. Ini sebabnya masyarakat Aceh memegang peranan yang Sangat penting di Malaysia hingga kini,”ungkap Maimun Lukman, 28, Dosen FKIP PPKN Unsyiah yang sempat menempuh pendidikan magíster di negeri jiran Malaysia.
Tidak hanya itu, lanjut dia, sejumlah pejabat penting di Malaysia saat ini juga merupakan keturunan asli Aceh. Namun karena telah lama berdiam diri di negeri jiran tersebut serta mengubah status kewarganegaraannya, mereka akhirnya memperoleh kepercayaan untuk menduduki jabatan tinggi.
Tetapi, para keturunan Aceh di Malaysia tetap menjalin hubungan baik dengan para pendatang baru dari Aceh. Bahkan, masyarakat Aceh yang terlibat kasus hukum di Malaysia karena menjual ganja, tetap diberikan keringan hukuman,”jelas Maimum.
Salah satu warga keturunan Aceh yang tenar di Malaysia adalah Seniman kondang P. Ramlee. Dia lahir Desa Meunasah Alue, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe yang kemudian tenar di Malaysia. Sebenarnya, ada belasan pejabat lainnya di Malaysia, namun sulit untuk melancaknya satu persatu.
Keterikatan Aceh dengan Malaysia tidak hanya terasa di negeri jiran, tetapi juga di Aceh sendiri. Sebagai contoh, saat berlangsungnya final piala AFF Asia Tenggara, antara Malaysia dengan Indonesia, hati masyarakat Aceh justru mendua. Tidak sedikit masyarakat Aceh yang mendukung Malaysia, yang seharusnya adalah musuh dari Timnas Indonesia. Hal ini menandakan adanya keterikatan batin antara Aceh dengan Malaysia hingga kini.
Para pemimpin kita saat ini sebenarnya sangat sadar akan hal ini. Namun selama kedekatan ini dinilai tidak membawa kemudhratan bagi kesatuan negeri, maka dianggap adalah hal yang wajar.
Mesranya hubungan Aceh dengan Malaysia adalah romatisme masa lalu yang seharusnya menjadi pelajaran penting bagi bangsa kita saat ini. Dimana, Malaysia yang sebelumnya adalah bagian dari kerajaan Aceh ternyata mampu berkembang jauh lebih maju dari induknya sendiri.
Sedangkan membandingkan daerah Aceh dengan Negara Malaysia saat ini bagaikan membandingkan langit dan bumi. Antara kedua daerah ini, terdapat sejumlah kesenjangan yang sangat jauh berbeda sehingga sulit bagi para pemimpin kita untuk saat ini untuk mengatakan bahwa Malaya pernah menjadi bagian dari Kerajaan Aceh Darussalam.
Namun bukanlah hal yang musthahil untuk membangun Aceh hari ini sejajar dengan Negara Malaysia di masa yang akan datang. Paling tidak, dibutuhkan ketekunan dan keikhlasan yang lebih dari para pemimpin kita untuk segera berbenah setelah 31 tahun dilanda konflik.
Sejarah telah mencatat bahwa Aceh yang dahulu telah mampu menunjukan jati dirinya pada dunia dengan wilayah kekuasaan hingga ke Malaya. Disaat zaman masih serba sederhana, Kerajaan Aceh justru telah mampu berbicara banyak dengan menunjukan kepiawaiannya dalam menguasai Asia Tenggara.
Sejarah kemegahan Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda seharusnya menjadi pacuan semangat yang lebih bagi pemimpin Aceh hari ini untuk melakukan hal yang serupa untuk Aceh kedepan. Jika dulu bisa, kenapa saat itu tidak. Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh generasi muda Aceh hari ini dalam membangun bangsanya.
acehinstitute.org

Bangsa Aceh Di Paraguay

Posted on Updated on

Agaknya kegemaran ‘bangsa’ Aceh ‘menaklukkan‘ dunia sepertinya bukan isapan jempol belaka. Di Paraguay, misalnya, anda bisa melihat langsung suku Aceh ini beranak pinak di benua Amerika Latin itu.
Tentu saja fakta ini mengejutkan. Soalnya, selama ini tidak ada informasi tentang adanya komunitas ‘bangsa‘ Aceh, tinggal dan menetap berjarak ribuan mil dari tanoh Aceh.
Publik hanya tahu komunitas suku Aceh, berdiam di sejumlah negara bagian di Malaysia. Saking familiarnya, ada sejumlah daerah yang diberi nama sama seperti di Aceh. Misalnya Kampung Keudah dan lainnya. Kecuali itu, tidak sedikit orang Aceh yang lama sekali menjadi warga negara Malaysia, menjadi pejabat tinggi pula di negeri jiran itu.
Hubungan suku Aceh dan Malaysia ibarat sebuah keluarga. Benar saja, saat gempa dan tsunami melumat bumi Aceh, Pemerintah Malaysia, membuka “pintu” bagi warga Aceh tinggal menetap di Malaysia, walau hanya dengan “cap jempol“, tanpa mengantongi identitas yang lazim.
Selain Malaysia, komunitas ‘bangsa’ Aceh banyak menetap dan menjadi warga negara Swedia. Di negeri ini, T. Hasan Di Tiro, tokoh yang paling dicari semasa rezim represif berkuasa, mengibarkan perlawanan hampir 30 tahun dengan Pemerintah Indonesia.
Kini cucu pejuang nasional T. Chik Di Tiro itu mulai sepuh termakan usia. Ia tinggal di sebuah flat di sebuah kawasan yang dihuni oleh ‘bangsa’ Aceh di sana.
Bagaimana di Paraguay? Andai saja Gubernur Pemerintahan Aceh yang baru, Irwandi Yusuf tidak melawat ke negeri itu, maka tidak diketahui kalau di Paraguay ada suku Aceh yang berdomisili di negara itu.
Boleh dibilang, Senin (19/7) hari bersejarah. Pada hari itu, Gubernur Irwandi Yusuf bertemu dengan pimpinan suku Aceh Paraguay di Kantor Kementerian Luar Negeri Paraguay.
Rupanya, pertemuan itu diakui Dr. Augusto Fagel Pedrozo, ahli antropologi budaya yang juga Presiden Del Indi, telah lama diimpikannya saat bersama rekan lainnya melakukan penelitian mendalam tentang keberadaan suku Aceh di Paraguay.
Selama ini kami telah berupaya untuk mempertemukan suku Aceh di Paraguay dengan Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam,” ungkap Augusto Fagel.
Untuk memujudkan pertemuan dibuat skenario. Langkah awal yang ditempuh menyampaikan niat itu kepada pihak Kementerian Luar Negeri Paraguay. Kemudian rencana itu disampaikan kepada Kepala Perwakilan Pemerintahan RI di Argentina.
Momen Pagelaran Seni Budaya Aceh di Asuncion, semakin mendekatkan impian Dr Augusto Figer cs. “Kami menilai langkah untuk mempertemukan dua kelompok bersaudara sangat tepat seperti yang terjadi hari ini,” kata Dr. Augusto dalam bahasa Spanyol yang didampingi Wakil Menlu Paraguay Bidang Politik Bilateral, Ceferino Valdez Peralta dan Direktur Asia dan Afrika, Gustavo Lopez Bello.
Sementara itu Gubernur NAD, Irwandi Yusuf dalam acara pertemuan itu mengatakan, “dengan senang hati kami telah bertemu dengan pimpinan suku Aceh di Paraguay menyambut antusiasme tinggi bertemu saudaranya di negeri jauh. “Tapi, Irwandi tadinya tidak mengetahui tentang keberadaan suku Aceh di Paraguay. “Kami baru diberi tahu oleh pihak KBRI Argentina menjelang keberangkatan ke sini, ada suku Aceh di Paraguay,” kata Irwandi Yusuf.
Gubernur di sela pertemuan tak lupa mengundang para pimpinan suku Aceh di Paraguay untuk datang ke Nanggroe Aceh Darussalam meninjau negeri asal, yang telah diting galkan dalam waktu yang sudah cukup lama.
Irwandi Yusuf berharap kepada tim peneliti yang telah melakukan pengkajian tentang keberadaan suku Aceh di Paraguay untuk meneliti lebih jauh lagi tentang kesamaan-kesamaan budaya antara suku Aceh di sini dengan masyarakat Aceh di Sumatera.
Pertemuan hari ini kami tidak merasa asing. Seolah-olah berada di kampung sendiri. Saya perhatikan sosok tubuh suku Aceh di sini banyak kesamaan dengan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam,” sebut Gubernur Aceh ini.
Misalnya, dari segi dialeg bahasa, wanita suka memakai cincin dan aksesoris lainnya. Kalau boleh saya mengatakan pertemuan hari ini adalah pertemuan antara adik dan kakak yang sudah lama terpisah dari kampung halaman, katanya.
Gubernur NAD dalam pertemuan itu didampingi Kadis Kebudayaan Provinsi NAD, Drs. Adnan Majid, Dirjen Deplu RI Amerika dan Eropa Eddy Hariadhi serta Kepala Perwakilan RI untuk Argentina dan Paraguay, Sunten Z.Manurung.
Juru bicara suku Aceh, Paraguay Maria Luisa Duarte, mengakui suku Aceh di Paraguay berasal dari Aceh, Sumatera. Soal kapan persisnya dan kenapa menetap di Paraguay, kata Maria akan dilakukan penelitian lebih jauh lagi. “Pertemuan hari ini dengan pihak Pemerintah Nanggroe Aceh akan lebih terjalin hubungan yang lebih mendalam lagi,” pintanya.
Setelah ini diharapkan ada tindaklanjut untuk lebih mempererat hubungan kedua komponen masyarakat Aceh ini. Maria menambahkan, “informasi tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam 2004 lalu selalu menjadi ingatan kami walaupun kami belum melihat langsung bagaimana dahsyatnya musibah yang terjadi kepada saudara-saudara kami di Aceh, Sumatera.
Sekretaris Tim Promosi Seni Budaya Aceh, Aidi Kamal melalui e-mailnya kepada Waspada dari Asuncion, Paraguay melaporkan, pimpinan suku Aceh di Paraguay yang hadir dalam pertemuan itu antara lain, Maria Luisa Duarte dan Alba Portillo Maximo dari Propinsi Central, Margarita Mbywangi, Antonio Pepagi dan Roberto Achepurangi dari Provinsi Canindeyu dan Ramona Takuarangi dari Provinsi Caazapa.
Aidi Kamal yang juga Staf Biro Keistimewaan Aceh Setda NAD menambahkan, suku Aceh di Paraguay sekarang berjumlah 1.300 orang yang tersebar di tiga provinsi di Paraguay, yaitu Provinsi Central, Provinsi Canindeyu dan Provinsi Caazapa. “Mereka sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan petani,” kata Aidi Kamal.
Di akhir pertemuan, Gubernur NAD menyerahkan cenderamata berupa rencong kepada pimpinan suku Aceh di Paraguay yang diterima Maria Luisa Duarte. Sedangkan pimpinan suku Aceh menyerahkan cenderamata pada Gubernur NAD hasil kerajinan mereka berupa ikan yang terukir dari kayu.

waspada.co.id

Menemukan Kembali Istana Sultan Aceh

Posted on Updated on

Sebuah kota mencerminkan value dan tingkat peradaban masyarakat di wilayah tersebut. Tingkat peradaban dalam pembangunan kota antara lain ditentukan oleh penggunaan teknologi dalam perencanaan pembangunan kota tersebut. Membaca dan mendengar kebesaran sejarah Aceh, rasanya sulit menemukan bukti-bukti kebesaran peradaban Aceh masa lalu. 

Diskusi tentang peradaban manusia dari primitive, modern, postmodern dan seterusnya menimbulkan pertanyaan besar tentang apa dan siapa sebenarnya Aceh. Apakah kebesaran peradaban Aceh adalah benar adanya ? Atau pendahulu negeri itu hanya membesar-besarkan cerita kepahlawanan dan kepemimpinannya tanpa ada bukti? Apa alasan untuk membantah bahwa Aceh baru mengenal modernisasi dan sedang dalam proses meninggalkan budaya primitif? Apa tidak mungkin sebaliknya? Apa pun jawabannya, istana adalah salah satu simbol peradaban yang akan memberi input terhadap value, ethic dan prinsip yang dipakai dalam pembangunan Aceh pada masa lalu dan sekarang.

Pertanyaan umum yang muncul adalah: Jika Aceh pernah besar, dimana bukti-bukti kebesaran peradaban Aceh pada masa lalu? Berbicara tentang kebesaran peradaban pada masa kerajaan, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah: “Istana dan lingkungan sekitarnya seharusnya merupakan tolok ukur bagaimana perencanaan fisik kota pada masa lalu pernah diterapkan di Aceh. Pertanyaan itu terjawab oleh sebuah foto istana Aceh yang dibuat Belanda dengan detil, sesaat setelah istana direbut oleh pasukan Belanda saat agressi militer ke-2.
Image
Peta Istana Sultan Aceh Darussalam
Dari foto istana Aceh, istana Aceh tersebut secara fisik dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, karakteristik umumnya adalah :

  1. Memiliki batas yang jelas antara kawasan dalam dan luar istana, 
  2. Terbagi atas kawasan inti dan pendukungnya, 
  3. Memiliki fungsi sebagai benteng, pusat administrasi pemerintahan dan simbol kemajuandalam bidang arsitektur, seni dan perencanaan kota, dan
  4. Bangunan fisik bukan hanya kombinasi bangunan permanen dan tidak permanen, tetapi juga dengan attribut landscape seperti pemandangan sungai, gunung, pepohonan yang dipilih dengan sengaja (misalnya karena warna daun, aroma, fungsi peneduh , dsb). 
Kedua, batas komplek istana istana. Berdasarkan peta, kawasan diperkirakan memiliki batas sebagai berikut :
  • Depan kanan : pertemuan Krueng Daroy dan Krueng Aceh. 
  • Kiri depan : Pintu Masuk Mesjid Baiturrahman, atau sudut kiri ex halaman Hotel Aceh 
  • Samping Kanan : dibatasi oleh dinding di sekitar samping Kandang Meuh (Sekarang Komplek BAPERIS) 
  • Samping Kiri memiliki dinding pembatas yang diperkirakan memisahkan halaman taman Gunongan dan Pinto Khop dengan kawasan luar. 
  • Batas belakang kanan adalah sudut kanan lapangan Neusu, dulunya lapangan itu disebutkan difungsikan sebagai tempat menambat gajah. Menurut Peter Mundy, jumlah Gajah kerajaan sekitar 800 ekor, sehingga wajar jika panjang kawasannya lebih kurang sama dengan lebar kawasan istana. 
  • Batas belakang kiri adalah sudut kiri lapangan Neusu. 
  • Seluruh kawasan ini dipagari oleh dinding. 
Ketiga, kawasan makam. Sebelah kanan sungai Kr. Daroy adalah wilayah makam raja-raja dan pos pengawas. Sebelah kiri Kr. Daroy dapat diklasifikasikan atas kawasan inti (dalam), taman, bangunan pendukung pusat pemerintahan.

Keempat, kawasan inti. Kawasan ini merupakan tempat tinggal Sultan, sekarang adalah kawasan pendopo (lihat no. 1 di peta) sebelum dipisah oleh jalan di samping anjong Mon Mata. Hampir berbentuk segi empat dengan ketinggian yang tidak sama dengan daerah bawahan. Peta menunjukkan adanya batas antara kawasan inti dengan kawasan pendukung. Bukti sejarah hanya menyatakan kawasan inti memilki dinding pemisah dengan kawasan pendukung.
Foto-foto saat kawasan istana baru ditaklukkan menunjukkan adanya kawasan dengan tanah yang lebih tinggi dan lebih rendah. Dengan mengasumsikan bangunan istana Aceh mengambil inspirasi dari bangunan istana negara sahabatnya yang meninggikan kawasan inti, diperkirakan kawasan ini lebih tinggi agar bangunan istana pun menjadi bangunan tertinggi sesudah Mesjid Raya Baiturrahman. Halaman depan istana disebutkan oleh Bustanussalatin sebagai hamparan padang rumput untuk pacuan kuda keluarga raja. 
Bukti pendukung bahwa kawasan ini sengaja ditinggikan dapat dilihat dari perbedaan tinggi kawasan Taman Putroe Phang dengan rumah militer yang sejajar dengan Kawasan Pendopo. 
  • Batas Kanan Depan : sebelum jembatan pertama dari dua jembatan penghubung antara sebelah kanan dan kiri sungai. Bersebelahan dengan pintu masuk kawasan Dalam 
  • Batas Kiri Depan : wilayah kiri depan adalah wilayah kemiliteran dengan bangunan yang tidak terlalu berbeda dengan istana. Hal ini disebabkan karena jika raja memiliki lebih dari satu putra mahkota, mereka akan menjadi pemimpin di kawasan kemiliteran. Bentuk arsitektur istana seperti ini juga yang menyebabkan pasukan Kohler bingung menentukan lokasi bangunan istana. Menurut Aceh Sepanjang Abad, pasukan Belanda terjebak dalam pertempuran karena gagal membedakan antara lokasi istana, Makam Poteujemaloy (sekarang jadi lokasi dapur dan tempat jemuran Bakso Hendra Hendri), dan Komplek taman dan makam 12 Sultan pendiri Kerajaan Aceh (Kandang XII 
  • Batas kanan belakang adalah pertemuan Krueng Aceh dan Kr. Daroy. 
  • Batas Kiri Belakang berhadapan dengan pintu masuk kawasan taman (Pinto Khop) 

Kelima, rumah keluarga Sultan. Kawasan Neusu adalah rumah keluarga Sultan Aceh yang diambil seluruhnya oleh Serdadu Belanda sebagai komplek tentara mereka. Selanjutnya, Belanda menggunakannya untuk perumahan pegawai Kereta Api. Mengherankan, mengapa denah istana di kawasan inti ada pada arsitek Itali yang melukiskan dengan detail ruang raja, rumah pangeran, lokasi tiang bendera, dsb.

Keenam, Kawasan Taman. Bustanussalatin karangan Syiah Kuala melukiskan Taman Darul Isky memiliki banyak bangunan pendukung (pagoda cina, air mancur, , tiga buah tempat cui rambut putri, patung bejana yang menumpahkan air ke sungai krueng daroydll). Makam di sebelah gunongan adalah makam raja turunan Melayu dengan peti emas. Emas tersebut sebagian masih di Museum Aceh dan sisanya di bawa ke Jakarta awal 1990-an.
Taman ini pernah difungsikan sebagai tempat rekreasi bagi para tamu terhormat kerajaan yang mengunjungi Aceh dan para pedagang besar yang ingin membeli lada di Aceh. Misalnya Admiral De Bealieau dari Perancis, yang memberi deskripsi detil tentang bangunan dan taman istana. Sangat disayangkan, dokumen Bustanussalatin tidak memiliki lagi lembaran yang menunjukkan kawasan penyimpanan harta kerajaan.

Bangunan atap pinto khop secara sengaja atau tak sengaja hampir sama dengan bangunan istana Cina, Korea, Jepang yang memiliki dasar arsitektur yang sama. Lihat:
Image
Atap Bangunan Pinto Khop
Ketujuh, dinding istana. Belum ada bukti kuat tentang tinggi dinding istana. Namun, peta yang dibuat pedagang spanyol di bawah mengindikasikan dinding lebih tinggi dari gajah, atau sekitar 3-4 meter, sedangkan untuk gerbang lebih tinggi. Arsitektur gerbang dan penggunaan gajah di Aceh tidak lepas dari pengaruh kebudayaan Mughal. Sehingga, bukan tidak mungkin jika gerbang istana Aceh mengikuti gaya gerbang Mughal. Asumsi itu didukung oleh foto dibawah.
Image
Source: Tampak Luar Istana Aceh, Lukisan Pedagang Spanyol abad 16.
Foto yang dibuat Peter Mundy juga menunjukkan bahwa bangunan dalam istana sudah mengenal penggabungan bangunan permanen dan tidak permanen. Misalnya, bangunan untuk menonton adu gajah, ada bangunan berbentuk benteng yang di atasnya memiliki tiang-tiang tanpa dinding untuk tempat duduk raja dan dayang-dayangnya.
Image
Source: the Early of Indonesian Modern History
Untuk dinding Mesjid raya, foto ini mengisyaratkan bahwa dinding kompleks mesjid raya lebih tinggi dari gajah, sehingga pelukisnya Peter Mundy hanya bisa membuat sketch atap Mesjid Raya saja.

Kedelapan, sungai sebagai bagian dari istana dan benteng. Banyak ahli sejarah sudah memberikan bukti adanya kaitan antara kebudayaa Aceh dengan Mughal di India. Keberadaan sungai sebagai bagian dari benteng dan istana juga ditemukan dalam pembangunan Taj Mahal dan Benteng Agra di India.
Image
Source: the Early of Indonesian Modern History

Mungkin mengaitkan bangunan Taj Mahal dengan istana Aceh terdengar berlebihan. Namun, pembangunan Makam Emas untuk Sultan Iskandar Tsani sangat bernuansa kisah dibalik Taj Mahal. Bedanya, Tajmahal adalah bangunan persembahan raja untuk permaisuri, sedangkan bangunan makam dan taman disamping gunongan adalah persembahan sang permaisuri, Tajul Alam Safiatuddin, kepada suaminya. Makam itu diyakini telah dijarah habis-habisan namun lokasinya tepat di pinggir Krueng Daroy. Tidak jauh beda dengan ide pembangunan Taj Mahal tepat di pinggir Sungai Agra. 


Diskusi :
  1. Istana Aceh mengenal zona inti dan pendukung, yang dipisahkan dengan bangunan permanen, non permanen, sungai dan tumbuh-tumbuhan.
  2. Kawasan istana ikut memberi kontribusi terhadap kesehatan lingkungan kawasan pendukungnya, dan luar kawasan istana. Penderita pertama dari pencemaran sungai Krueng Daroy yang bermuara Mata Ie adalah keluarga kerajaan. Sehingga, kebersihan sungai menjadi concern kesultanan. ini menarik mengingat lingkungan sehat sudah menjadi concern di Aceh sejak abad XVI.
  3. Fasilitas kerajaan banyak yang didirikan di sepanjang sungai yang mengalir ke komplek istana. Mempertimbangkan pentingnya pengamanan sungai, misalnya untuk antisipasi banjir dan racun yang ditebarkan musuh, tidak mungkin jika sungai ini tidak diawasi oleh aparatur kerajaan. Situasi ini mengindikasikan bahwa konsep one river one management tidak mungkin belum dipraktikkan dalam management kota di Aceh tempo dulu. [FJ, Aceh Initiative]
Referensi:
  • 1. A. Hasymi (1994) Kebudayaan Aceh dalam Sejarah
  • 2. Reid, Anthony (1996) Indonesian Heritage; Early of Modern History
  • 3. Aceh Sepanjang Abad
Sumber : artscraftindonesia.com

Jejak Aceh Di Maluku

Posted on Updated on

Orang Aceh yang bawa Islam ke sini. Orang Maluku yang kulit hitam ini merupakan salah satu keturunan Aceh.” Sepenggal kalimat ini mengejutkan saya pada pagi akhir Januari lalu. Dalam perjalanan dari Bandara Pattimura ke Kota Ambon sekitar 45 menit, dia bernostalgia 10 tahun lalu, jalan di sini penuh barikade. Mau aman dari penembak gelap, naik speedboat ke Ambon padahal masih satu pulau. “Bagaimana Aceh, sudah damai?” tanyanya dengan logat Ambon..
Maluku Tempo Doeloe
Saya terperanjat dengan klaim orang Aceh yang bawa Islam ke daerah seribu raja ini. Jika yang dimaksud Islam di Nusantara bersumber dari Aceh, tidak diragukan lagi. Boleh jadi, penjemput itu ingin menyenangkan saya atau memang itu sumber yang shahih yang tidak saya tahu. Saya menyakini, Islam di Maluku berasal dari Makassar, Jawa Timur atau langsung dari jazirah Arab yang menyebar melalui jalur perniagaan. Penuturan bapak setengaha abad ini perihal Ambon Manise membongkar memori saya pada konflik Aceh. Pasalnya, apa yang terjadi di negeri seribu pulau (Ambon) telah terjadi di negeri seribu konflik (Aceh). Misalnya, tumpukan karung pasir bertamburan di depan-depan pos militer atau barikade dari drum aspal, kayu, batu di jalan-jalan dipasang di jalan negara.
Menginjak kaki di Ambon, maka terpencarlah serpihan-serpihan daerah bekas konflik sosial. Beberapa gedung pemerintah yang dibakar baik oleh umat Islam atau Nasrani dibiarkan teronggok. Di seputar Simpang Trikora ? tempat favorit berdemo seperti di Simpang Limong Banda Aceh- saya menyaksikan dinding sebuah toko berlantai tiga penuh dengan bekas tembakan. Inilah tragedi kemanusiaan terbesar di Indonesia yang menyebabkan paling kurang sekitar 6 ribu orang Islam atau Nasrani terbunuh atau dibunuh. Pela Gandong yang menjadi benteng berpuluh tahun hancur berkeping-keping karena mahirnya provokator yang dikendalikan dari Jakarta.
Raja Aceh Dibuang ke Maluku
Konflik yang membara pada 19 Januari 1999 dianggap selesai pasca diadakan dialog antara umat Islam Vs umat Nasrani. Perjanjian yang diprakasai oleh Jusuf Kalla ini disebut Perjanjian Malino II yang diadakan pada 11-12 Februari 2002 di kawasan dingin Malino Sulawesi Selatan. Proses menuju damai terus berlanjut hingga kondusif pada tahun 2004. Pada akhirnya, warga yang berbeda agama itu sadar kalau selama ini mereka menjadi korban adu domba. Sepintas lalu, proses damai ini mengingatkan pada aksi Jusuf Kalla yang berperan besar mengiring RI-GAM ke meja perundingan di Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Menulusri kota Ambon, ada beberapa hal yang lumrah terjadi di Aceh. Misalnya, kebiasaan minum kopi di kedai kupi yang disebut rumah kopi. Pasca kerusuhan yang saling membantai sesama manusia, rumah kopi menjadi salah satu wadah pertemuan informal antara umat Islam dan Nasrani. Mereka yang dulu bertetangga, tiba-tiba bisa asah parang tanpa sebab jelas, maka tegur sapa diayunkan sambil meneguk beberapa cangkir kopi di rumah kopi. Dari segi karakter, orang Maluku sama keras dengan orang Aceh. Menghadapi watak ini dengan sikap tegas oleh para pemimpin. Mungkin karena pertimbangan itu, Kapolri menetapkan Kapolda Ambon Adityawarman (2004-2006) menjadi Kapolda Aceh yang sudah terlatih menghadapi watak penduduk yang sama-sama keras dan baru usai konflik horizontal (di Ambon) dan konflik vertikal (di Aceh).
Sultan Muhammad Daud Syah (1878-1939) bersama iterinya Teungku Putroe Gambo Gadeng bin Tuanku Abdul Majid,anaknya Tuanku Raja Ibrahim,Tuanku Raja Ibrahim, Tuanku Husin, Tuanku Johan Lampaseh,Panglima Sagi Mukim XXVI, Keuchik Syekh dan Nyak Abas dibuang ke Ambon, Maluku pada 24 Desember 1907 dan pada tahun 1918 diungsikan ke Batavia (Jakarta) karena terlalu dekat dengan orang Bugis di Maluku. Kemudian dia mangkat pada 6 Februari 1939 di sana dan dikebumikn di pekuburan rakyat Rawamangun Jakarta. Kondisi kuburan tersebut tidak memperlihatkan makam raja Aceh layaknya makam raja-raja yang terawat bersih dan diketahui oleh masyarakat.
Muhammad Kasim Arifin
Jejak selanjutnya orang Aceh yang ?membuang? diri ke Maluku yakni Muhammad Kasim Arifin (alm). Putra Aceh Timur mengabdi di Waimital bagian selatan Pulau Seram Maluku selama 15 tahun. Saya ingat kala menjadi mahasiswa beliau di Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada tahun 1990-an yakni disela-sela memberi kuliah, dia memperlihatkan papan nama Jalan Kasim Arifin di Waimital. Kisah pengabdian yang mengharu ini diawali ketika Kasim yang mahasiswa IPB Bogor pada tahun 1964 menjalani program “Pengerahan Tenaga Mahasiswa” (seperti Kuliah Kerja Nyata ) selama beberapa bulan dengan tugas memperkenalkan program Panca Usaha Tani. Kasim jatuh cinta dengan daerah itu dan lupa pulang kalau dia masih berstatus mahasiswa. Kasim yang cerdas, hidup sederhana dan lain-lain menikmati kerja di sana hingga dia disapa Antua, sebutan bagi yang dihormati di Maluku..
Saya melacak langkah-langkah orang Aceh yang berpengaruh di Maluku baik di masa lalu atau sekarang. Tersebutlah nama Dr. Abdul Gafur bin Tengku Idris. Pada tahun 1980-an, rakyat Aceh bertanya-tanya mengapa Gafur yang dikenal dari Maluku bisa membawa nama Aceh dalam kampanye politik di Aceh. Kala itu, mantan Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga pada masa Kabinet Pembangunan IV menyebutkan dirinya juga orang Aceh. Ayahnya Teungku Idris adalah seorang pejuang yang dibuang oleh Belanda ke Maluku. Agaknya, dia bisa pakai dua kaki tergantung kepentingan. Nama juga politikus.
Kata Ambon terus bersemedia di Aceh. Ada pria keturunan Ambon yang lebih populer dengan sebutan Bram Aceh. Kala itu ayahanya menjadi tentara Belanda di Banda Aceh. Bram Aceh adalah penyanyi keroncong terkenal yang lahir di Aceh pada 4 Maret 1913 dan meninggal dunia di Jakarta pada 8 Mei 2001. Bram Aceh merupakan kakek penyanyi masyhur yaitu Harvey Malaiholo
Nama-nama berbau Maluku tak pernah padam di Aceh. Ketika membezuk kuburan Kerkhof di Banda Aceh, di antara 1.200 kerangka serdadu Belanda termasuk pasukan elit Marsose di sana, terdapat ratusan nama-nama yang lazim dipakai di Maluku, Jawa, Menado dan lain-lain yang dikirm ke Aceh dengan ujung bayonet untuk memburu pejuang Aceh.

Oleh Murizal Hamzah, houseofaceh.org

Hukuman Pancung Putra Mahkota Sultan Iskandar Muda

Posted on Updated on

“…Matee Aneuk Meupat Jeurat, Gadoh Adat Hana Pat Tamita…”

Inilah asal muasal filosofis yang beranjak dari peristiwa penghukuman oleh Sultan Iskandar Muda terhadap Putra Mahkota Kesayangannya, Meurah Pupok yang harus mengakhiri hidupnya di Ujung Pedang Ayahandanya sendiri”.

Asal Mula Tragedi

Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam – Penguasa Sumatera dan Semenanjung Malaka sedang berdiam diri dalam istana. Sultan merenung di Balairung yang juga tidak jauh dari Balai Cermin yang Agung. Sumatera dan Malaka sudah dalam genggamannya. Namun, ia pun melihat Portugis, Inggris dan beberapa Negara Eropa lain sedang mengincar penguasaan Selat Malaka.

Beliau telah memerintah Aceh dan daerah taklukannya hampir 30 tahun. Ia seorang pribadi yang kuat dalam arti yang sebenarnya secara fisik dan mental. Seorang bangsawan yang cerdas serta tegas. Negarawan yang adil sekaligus politisi dan diplomat yang ulung. Ia adalah Sultan terbesar Aceh yang mampu membawa Aceh Darussalam mencapai kejayaan dan menjadi kerajaan yang disegani.

Dalam kurun hampir 30 tahun masa pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda telah berhasil menyempurnakan Qanunul Asyi Ahlussunah Wal Jamaah yang terdiri dari 500 ayat Al-Quranul Karim, 500 Hadist Rasulullah, Ijma’ Sahabat rasulullah, Qiyas Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah. Kemudian dilengkapi pula dengan Qanun Putroe Phang suatu aturan yang mampu memberikan perlindungan kepada Kaum Wanita.

Ditengah perenungannya didalam Istana, Sultan mulai memikirkan kederisasi kepemimpinannya. Ia membutuhkan seorang penerus kerajaan yang kuat yang mampu merpertahankan kekuasaannya dan menjaga Kerajaaan Aceh dan daerah taklukannya agar tidak tunduk pada kekuasaan asing, terutama Portugis dan Inggris yang saat itu terus melakukan provokasi di Selat Malaka.

Terlintaslah pandangannya pada wajah Sang Putra Mahkota – Meurah Pupok – yang digelari Sultan Muda atau Poteu Cut. Anak kesayangannya ini berwajah gagah mewarisi ketampanan wajah sang ayah. Putra Mahkota atau Poteu Cut ini memang masih belia, minim pengalaman. Saat ini sedang menanjak dewasa. Sultan merencanakan untuk memberikan beberapa tanggung jawab kepada Putra Mahkota agar ia belajar dan berpengalaman. Termasuk diantaranya tugas tempur untuk memimpin Armada Laut terbesar Kerajaan yaitu Armada Cakra Donya. Diharapkan dengan berbagai pengalaman penugasan termasuk dengan menjadi Panglima Perang pada saatnya nanti ia mampu menggantikan dirinya untuk menjadi Sultan.

Menurut sebuah riwayat Sultan Iskandar Muda memiliki dua anak, yang pertama adalah Meurah Pupok yang berasal dari istrinya seorang Putri Gayo. Yang kedua adalah wanita yang bernama Safiatuddin yang berasaal dari istrinya Putri Pedir/Pidie. Meurah Pupok dikenal sebagai seorang Pangeran yang terampil menunggang kuda. Meurah Pupok menjadi harapan Sultan Iskandar Muda untuk menggantikannya.

Ditengah lamunannya Sultan terpengarah karena tiba-tiba seorang Perwira Muda Kerajaan yang sangat dikenalnya dan merupakan kepercayaannya tiba-tiba menorobos masuk dan langsung berlutut menyembah dirinya. Dengan terbata-terbata Sang Perwira menangis tersedu-sedu sambil menyebutkan bahwa Putra Mahkota Poteu Cut Meurah Pupok telah melakukan tindakan asusila dengan menodai istrinya. Perwira tersebut langsung membunuh istrinya setelah mengetahui peristiwa tersebut. Namun, untuk Putra Mahkota ia serahkan sepenuhnya pada kebijaksanaan Sultan. Ia menuntut keadilan kepada Sultan. Selepas ia mengadukan hal tersebut kepada Sultan, Perwira tersebut langsung mencabut rencongnya dan menikam ke hulu hatinya sendiri tanpa sempat dicegah oleh Sultan dan pengawalnya. Robohlah perwira tersebut dan langsung tewas saat itu juga.

Syahdan, Perwira Muda ini adalah Pelatih Angkatan Perang Aceh. Ia mengetahui peristiwa tersebut setelah melakukan pelatihan terhadap para prajurit di kawasan Blang Peurade Aceh. Ia sangat kecewa dengan peristiwa yang melibatkan istrinya tersebut. Kekecewaan tersebut ia tumpahkan dengan membunuh istrinya sendiri kemudian ia sendiri bunuh diri dihadapan Sultan.

Tercenunglah Sultan dengan wajah bergetar menahan amarah. Ia baru saja menaruh harapan terhadap Putra Mahkota, namun peristiwa yang baru terjadi bagaikan geledek yang menyambar dirinya. Seorang Perwira kerajaan kepercayaan dirinya menyampaikan pengaduan yang membuat dunia ini seolah-olah runtuh. Putra Mahkota kesayangannya telah melakukan tindakan yang tidak patut.

Segera Sultan berteriak garang disaksikan orang-orang penting Kerajaan dan para pengawalnya. “Aku adalah Sultan Penguasa Aceh, Sumatera dan Malaka. Aku telah memerintah Aceh dan taklukannya dengan menegakan hukum yang seadil-adilnya. Aku pun akan menegakan hukum terhadap keluargaku sendiri. Aku pun akan menerapkan hukum kepada Putra Mahkota yang seberat-beratnya. Dengan tanganku sendiri akan kupenggal leher putraku karena telah melanggar hukum dan adat negeri ini…” 

Semua pembesar kerajaan tercenung. Sultan segera memerintahkan penangkapan Putra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Poteu Cut atau Sultan Muda. Pengadilan segera dilakukan dan Sultan Iskandar Muda telah memutuskan bahwa ia sendirilah yang akan memancung putra kesayangannya itu. Mendung menggelayut diatas Kerajaan Aceh, prahara telah menghantam negeri perkasa ini.

Beberapa pembesar kerajaan yang peduli terhadap kelangsungan kerajaan bersepakat untuk menghadap Sultan Iskandar Muda agar membatalkan hukuman pancung tersebut. Mereka mengajukan berbagai usul seperti pengampunan atau cukup dengan mengasingkan Putra Mahkota ke negeri lain. Termasuk mencari kambing hitam, mencari seorang pemuda lain untuk menjadi pesakitan menggantikan Putra Mahkota. Semua usul tersebut ditolak oleh Sultan dan dengan berang Sultan berkata akulah yang menegakan hukum di negeri ini dan kepada siapapun yang bersalah tidak terkecuali terhadap keluargaku sendiri harus dihukum. Kerajaan ini kuat karena hukum yang ditegakan dan adanya keadilan. Sultan kemudian menyebut dalam bahasa Aceh – “…Gadoh aneuk meupat jrat, Gadoh hukom ngon adat pat tamita…?” – yang artinya “hilang anak masih ada kuburan yang bisa kita lihat, tetapi jika hukum dan adat yang hilang hendak kemana kita mencarinya?”

Semua pembesar kerajaan terdiam tak kuasa membantah titah Raja Perkasa yang adil ini. Mereka mulai membayangkan bagaimana masa depan negeri ini. Bahkan Menteri Kehakiman pun yang bergelar Sri Raja Panglima Wazir berusaha membujuk tetapi Sultan tetap tidak bergeming. Sultan berketetapan hati tetap melaksanakan putusannya. Sultan sendiri dengan tegas mengatakan apabila tidak ada seorang pun yang mau melakukan hukuman ini maka ia sendiri yang akan melakukannya. Pada hari yang ditentukan dilaksanakanlah hukuman pancung tersebut yang langsung dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda terhadap Putra Mahkota kesayangannya.

Dibawah linangan air mata masyarakat yang mencintai Sultan dan Putra Mahkotanya disaksikan pembesar kerajaan yang berwajah sendu dan tertunduk tidak mampu menatap kejadian tersebut, Sultan Iskandar Muda dengan tegar melaksanakan hukuman pancung terhadap Putra Mahkota kesayangannya itu. Langit kerajaan Aceh menjadi mendung kelabu.

Rakyat kebanyakan maupun pembesar kerajaan banyak yang tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Putra Mahkota. Mereka semua menaruh harapan besar terhadap Putra Mahkota sebagai pewaris kerajaan dan turunan langsung Sultan Iskandar Muda. Tetapi hukum telah ditegakan dan Sultan langsung yang melaksanakan keputusan tersebut.
Makam Meurah Pupok
Atas keputusan Sultan Iskandar Muda pula jenajah Meurah Pupok tidak dibolehkan untuk dimakamkan dikompleks pemakaman kerajaan. Pemakaman kerajaan disebut dengan Kandang Mas yang berada dilingkungan Istana Darul Donya. Jenazah hanya dimakamkan disuatu kompleks di luar area Istana Darud Dunya yaitu didekat lapangan pacuan kuda Medan Khayali.

Ternyata Hanya Sebuah Konspirasi

Waktu terus berjalan, Sultan mulai memikirkan siapa penggantinya. Kemudian berkembanglah sebuah informasi bahwa Putra Mahkota Meurah Pupok yang bergelar Sultan Muda Poteu Cut, memang sengaja disingkirkan oleh sebuah konspirasi. Oleh sekelompok orang tertentu yang tidak menginginkannya menjadi Raja atau Sultan, mencoba mencari berbagai cara untuk mencegahnya menjadi Sultan. Kelompok ini tidak berani berhadapan secara langsung dengan Sultan atau melakukan tindakan gegabah. Mereka berusaha menjebak Putra Mahkota dengan berbagai cara. Dicarilah akal bulus untuk menggoda Sultan Muda yang sedang menanjak dewasa ini. Sebagai pria muda ia dianggap akan mudah tergoda dengan wanita.

Akhirnya ditemukan seorang wanita jelita yang kebetulan pula istri seorang Perwira Kerajaan dan kepercayaan Sultan Iskandar Muda. Karena istri seorang perwira kepercayaan Sultan, wanita ini dengan mudah masuk kedalam lingkungan Istana. Sehingga ia dengan mudah bergaul di istana dan mendekati Pangeran Muda yang tampan yang juga adalah seorang Putera Mahkota. Akhirnya akibat godaan sedemikian rupa Sultan Muda terjebak kedalam skenario yang dibuat oleh konspirasi jahat yang bertujuan ingin menjebak dan menyingkirkannya. Akhirnya sebagaimana diketahui bersama konspirasi jahat itu berhasil menyingkirkan Putra Mahkota Sultan Muda yang bernama asli Meurah Pupok.

Informasi ini sampai ketelinga Sultan Iskandar Muda, namun semuanya telah terjadi. Ia mulai membayangkan Putra kesayangannya tersebut yang juga Putra Mahkota yang kelak diharapkan melanjutkan kepemimpinannya. Terbayang olehnya akan wajah seorang pemuda tampan namun minim pengalaman. Ditengah usianya yang menanjak dewasa sangat mungkin ia mudah tergoda. Sultan mulai menyesali kealpaannya dalam mengawasi Putra Mahkota kesayangannya itu. Ia dirundung kesedihan mendalam. Kesedihan yang terus menerus ini membuat Sultan jatuh sakit. Sakitnya berlangsung terus dan semakin parah. Dalam beberapa waktu kemudian Sultan Iskandar Muda yang perkasa ini akhirnya mangkat tepatnya pada tanggal 27 Desember 1636.

Pengganti Sultan adalah menantunya yaitu Sultan Iskandar Tsani. Setelah Sultan Iskandar Tsani mangkat ditunjuklah istrinya yang juga anak Sultan Iskandar Muda dan adik Meurah Pupok yaitu Ratu Tajul Alam Syafiatuddin menjadi Ratu Penguasa Kesultanan Aceh. Dalam masa kepemimpinan Ratu Tajul Alam Syafiatuddin ia mencoba memulihkan kembali nama baik abangnya Meurah Pupok, karena sesungguhnya abangnya tersebut tidak sepenuhnya salah. Abangnya dijebak oleh suatu konspirasi yang jahat. Ratu kemudian membangun makam untuk abangnya Meurah Pupok yaitu suatu bangunan yang indah yang menjadi kenang-kenangan bagi peristiwa masa lalu untuk dijadikan pelajaran agar para penguasa dan keluarganya harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak. Bangunan makam ini disebut dengan Kandang Poteu Cut. Kandang ini terletak pada lokasi strategis yaitu disisi barat Kandang Perak dan Taman Sari pada tepi jalan masuk ke Medan Khayali. Namun, makam Meurah Pupok yang disebut Peucut ini sempat dihancurkan Belanda. Peucut berasal dari Pocut yang berarti Putra Kesayangan.

Hukum dan Adat harus ditegakkan meski anak harus dikorbankan. Sebab menegakkan Adat Identik dengan menegakkan Hukum Islam masa itu. “Hukom ngen adat lage zat ngen sifheut”. Tuduhan berbuat zina dialamatkan kepada Meurah Pupok, namun tidak umum diketahui bagaimana proses peradilan berdasarkan hukum Islam terhadapnya. Tidak jelas siapa nama empat orang saksi yang dihadapkan ke muka pengadilan. Siapa saja yang bertindak sebagai hakim yang mengadili kasus ini. Sebab walaupun raja adalah penentu tertinggi, tapi sebagai sebuah kerajaan Islam, tentulah ketentuan-ketentuan syari’at dijunjung tinggi.

Demi menegakan hukum Sultan Iskandar Muda rela menghukum mati anaknya sendiri yang nota bene merupakan putra kesayangannya sekaligus penerus kekuasaannya. Meskipun kemudian diketahui kesalahan anaknya tersebut akibat suatu konspirasi yang memang sengaja menjebaknya. Tragedi Meurah Pupok ini memang telah dirancang sedemikian rupa oleh kelompok politisi istana yang berkhianat. Mereka dengan licik memanfaatkan Meurah Pupok yang tengah terjerat cinta. Konon ini merupakan permainan kelas tinggi. Sejarah telah memberikan pelajaran yang luar biasa buat kita, hukum memang harus ditegakan, namun kekuasaan itu pun syarat dengan intrik dan penuh tipu daya. Kisah Meurah Pupok memberikan hikmah yang sangat mendalam